Hello, I’m Arum

Welcome to my life journal. Maybe I can’t memorize everything happend in my life, so I will write my special moments or mind here. Please left your feedback if you have another opinion about my writing.

  • Pernah Ngerasa Bersalah atas Sampah Kita, nggak?

     

    Pernah nggak sih kita mikir,

    kemana muaranya sampah botol air yang sering dibuang di tempat sampah?
    Apa iya bakal diproses sesuai ketentuan?
    Atau nanti numpuk di tempat pembuangan akhir?
    Kalau sudah di tempat pembuangan akhir, apa iya non organik dan organiknya dipisah?
    Gimana kalo sampah botol airnya kecampur sama jenis sampah lainnya?
    Gimana kalo didalemnya kena genangan air hujan dan kecampur kotoran sampah lain dan jadi sarang kuman?
    Gimana kalo ternyata di tempat pembuangan akhir itu banyak banget gunungan sampah dan salah satu penyumbangnya adalah kita?

    Well… kita pasti juga mikir gini
    Ini adalah resiko dari adanya peradaban manusia
    Sampah itu emang hal yang gabisa dihindari
    Setiap kita mengonsumsi sesuatu pasti menghasilkan sampah, jadi yaudah
    Lama kelamaan bumi juga bakal rusak kok karena kebutuhan kita
    Manusia emang cenderung merusak bumi
    Tapi ya gimana lagi, kita butuh sumber daya di bumi ini buat hidup kita
    Entah buat makan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lainnya

    Lagian kalo kita mau peduli soal sampah, kita itu siapa sih?
    Kita punya daya apa?
    Emang kita bisa menyelamatkan bumi dari semua sampah itu?
    Sebesar apapun gerakan kita, kalo sendiri ya susah, apalagi kalo cuman gerakan kecil?
    Pun kalo mau buat gerakan besar, emang kita siapa bisa?
    Emang kita bisa pengaruhin orang buat ikut gerakan kita?
    Terus kita mau bikin gerakan apa?
    Ngga ada solusi
    Biar diselesein ilmuwan sama pemerintah aja, toh itu tanggung jawab mereka, kan?

    Mmmm.. ya gimana ya
    Gak salah sih pemikiran kaya gitu
    Emang kita tuh gak bisa serta merta menyelamatkan bumi dari sampah
    Emang kita tuh gak punya solusi besar
    Emang kita tuh bukan pihak yang bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan sampah yang udah gak bisa sepele itu

    Cuman, secara nurani, masa sih ngga ngerasa bersalah?
    Emang sih cuman 1 botol plastik aja
    Tapi, gunungan sampah di TPA juga awalnya dari satuan sampah
    Misalkan kita nggak bisa menangani sampah kita, kenapa nggak kita ngurangin sampah?
    Misal dengan bawa tumbler buat bekal minum
    Misal dengan bawa lunch box buat bungkus makanan dari luar
    Misal bawa tote bag buat wadah grocery abis belanja
    Misal kita lipetin sampah plastik kering kita yang udah ada dan kita reuse buat beli barang ke warung
    Why not?
    Kadang kita cuman perlu nyingkirin rasa malu buat ngelakuin hal-hal sederhana kaya gitu. Iya gak, sih?
    Kadang kita cuman terlalu berspekulasi sama tanggapan orang lain sama action kecil kita itu. Iya gak, sih?
    Pun kalo orang lain beranggapan negatif waktu ngeliat action kita, terus kenapa? Nggak kenapa-kenapa, kan?
    So, apa yang sebenernya ngehalangin kita buat meminimalisir sampah kita?

    Setidaknya kita memulai
    Setidaknya kita peduli
    Setidaknya kita bergerak
    Dan setidaknya kita tidak membiarkan diri kita menjadi penyumbang sampah yang nantinya ngerusak bumi
    Setidaknya kita nggak terlalu merasa bersalah atas kerusakan ini

    Selamat bergerak…


  • Sisi Lain “Euforia Tahun Baru”

    “Selalu ada hikmah pada setiap kejadian.”

     

    Senin, 1 Januari 2018, menurut pendapat pribadi saya, kira-kira begitulah yang tertera di sebagian besar kalender yang terbuka hari ini di bumi yang kita cintai ini. Menjelang hari ini, media visual banyak sekali yang menyiarkan antusiasme penduduk planet ini menyambut 1 Januari 2018. Untuk reader yang sudah sering bejibaku dengan media sosial, pasti sudah tidak asing sama Kaleidoskop 2017  dan Resolusi 2018, serta kata-kata Happy New Year. Menjelang 1 Januari 2018 ini, khusus timeline instagram saya dihiasi Kaleidoskop 2017, berbeda dengan 2 tahun lalu yang ramai berisi Resolusi 2017. Beramai-ramai orang membagikan ceritanya di tahun 2017 dan membagikan targetnya di 2018.

     

    Di kota-kota baik besar maupun kecil, alun-alun dan tempat strategis lainnya ramai didatangi masyarakat yang ingin merasakan euforia menyambut 1 Januari 2018. Pagelaran seni dilaksanakan dan masyarakat sangat antusias karenanya. Tingkat perekonomian bisa dikatakan menigkat sejenak, setidaknya pendapat saya pribadi. Saya contohkan di Kota Wonogiri, yangmana banyak orang berpendapat bahwa kota ini termasuk kota kecil. Menyambut 1 Januari 2018, area alun-alun Kota Wonogiri ramai dengan pedagang yang menjual beraneka macam dagangan (wedang ronde, terompet, kembang api, es teh, kopi, kembang gula, gorengan, mainan, bakso bakar), sebuah panggung lengkap dengan alat musik, lighting, sound system. Bayangkan berapa banyak orang yang mendapat rezeki malam itu. Tentu hal ini diimbangi dengan banyaknya uang yang dikeluarkan oleh orang lain yang membutuhkan barang atau jasa yang ada di malam itu. It’s okay, mereka memang memutuskan untuk mengeluarkan uang itu. Saat detik-detik menjelang 1 Januari 2018 juga, ada sensi kebersamaan masyarakat kota yang bisa menyaksikan kembang api sebagai simbol pergantian tahun bersama-sama. Detik-detik menjelang 1 Januari 2018 menjadi momen berharga bagi beberapa orang mungkin, momen berharga karena kebersamaan yang tak didapatkan sebagian orang. Detik-detik menjelang 1 Januari 2018 menjadi momen berharga bagi beberapa orang yang mungkin tidak bisa mendapat hasil jualan yang sebanyak saat detik-detik ini. Momen ini juga menjadi sangat berharga bagi beberapa anak yang tidak mampu membeli kembang api dan terompet. Momen ini menjadi ajang pembuktian bagi anak band yang (mungkin) ditentang orangtua nya. Momen ini menjadi ajang kebanggaan suatu masyarakat kota terhadap kemampuan putra-putri daerahnya.

     

    Saya yakin banyak pula pemikiran negatif mengenai euforia tahun baru. Memang, tidak saya sangkal, aspek negatif yang ditimbulkan oleh perayaan tahun baru tidak kalah banyak daripada manfaatnya. Saya bisa ambil contoh umumnya pemborosan, polusi udara, polusi suara, tidak mendidik, buang-buang waktu. Tapi saya yakin, kita semua diajarkan tentang Sebab Akibat, saya percaya alam mengajarkan itu dengan sendirinya. Saat kita berfikir “Tahun baru bikin boros”, ya berarti ikut aja euforianya tanpa jajan banyak. Saat kita berfikir “Kembang api polusi udara dan suara”, ya kenapa gak kitanya yang ciptain kembang api yang gak bikin polusi dan suara. Mungkin ada dari reader yang bakal ngomong, “Dih… ngapain juga gue yang bikin?”. Menurut saya pribadi, kalo mau 1 kritik, maka harus bikin 1 solusi, kalo mau kritik besar ya harus punya solusi besar. Saya yakin masih banyak ilmu yang bisa digali, masih banyak inovasi yang akan tercipta saat ada usaha dan ilmu. Seperti di Jepang, kembang api udah bisa dibikin macam-macam bentuknya saat meledak di udara (saya liat di NHK World saat SMP). Dulu orang mikir kalo mau ngomong jarak jauh pake telepati, sekarang kebukti bisa pake HP. Kenapa bisa? Karena ada orang yang mau berusaha dan belajar ilmu.

     

    Terakhir, saya sengaja membuat tulisan ini dari sudut pandang saya. Terimakasih reader sekalian. Jika Anda mempunyai kritik dan saran, silakan kontak saya di email atau instagram. Terimakasih.


About Me

Hi, aku Arum.
Professorku pernah berkata, “Belajar itu ditandai dengan adanya perubahan.” Setidaknya hal itu terngiang selalu dibenakku untuk selalu belajar dan berubah ke arah yang lebih baik.

Follow Me On

Subscribe To My Newsletter

Subscribe for new travel stories and exclusive content.